
Wacana Pembentukan Peraturan Daerah (PERDA) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kabupaten Jember, menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota Komisi D DPRD Jember.
Isu tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (Hearing) antara Tim Advokasi Kebijakan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember dengan Komisi D DPRD Jember yang digelar di ruang Komisi D DPRD Jember, Jumat sore (07/11/2025).
Perwakilan Tim Advokasi FKM UNEJ, Nuryadi, menjelaskan, advokasi kebijakan ini bertujuan membantu Pemerintah Daerah, DPRD, dan para pemangku kepentingan dalam mempersiapkan penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok.
Dia menyebut, selama ini Jember baru memiliki Peraturan Bupati Nomor 87 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Belum ada dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk Perda.
Menurut Nuryadi, penyusunan Perda tersebut nantinya akan menyesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi di daerah. Ia juga mengakui bahwa tembakau memiliki manfaat tertentu, termasuk dalam bidang kesehatan, namun pengaturannya harus tetap berpihak pada perlindungan masyarakat luas.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Jember, Sunarsih Horis, menilai keberadaan Raperda KTR penting untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan non perokok.
Menurutnya, ini soal menghormati hak orang lain yang tidak merokok. Apalagi, sekarang sudah ditemukan kasus anak SD yang mulai merokok, sehingga perlu penanganan serius.
Namun, pandangan berbeda datang dari Anggota Komisi D lainnya, Muhammad Ahmad Birbik Munajil Hayat atau Gus Birbik, yang menolak rencana pembentukan Perda tersebut. Menurutnya, penerapan Perda KTR justru akan menyulitkan warga Jember dan berdampak negatif terhadap sektor ekonomi lokal.
Jember dikenal sebagai kota tembakau, bahkan lambangnya pun tembakau. Dia menilai, jika ada Perda seperti itu, tentu akan berpengaruh pada petani dan buruh tani tembakau.
Gus Birbik menyebut, sedikitnya ada 6.000 pekerja di Jember yang menggantungkan hidup dari industri tembakau. Ia juga menegaskan bahwa secara nasional, sektor rokok dan tembakau memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara.
Cukai rokok dan tembakau menyumbang sekitar Rp215 triliun, atau tiga kali lipat dari total pendapatan seluruh BUMN yang hanya sekitar Rp80 triliun.
Meski menolak Perda KTR secara umum, Gus Birbik menyatakan mendukung adanya aturan pembatasan merokok di lingkungan pendidikan, seperti sekolah, demi melindungi anak-anak dari pengaruh rokok sejak dini. (Hafit)
(136 views)