Hingga hari Kamis 11 Juni 2015, belum satupun Bakal Calon Bupati perseorangan yang mengembalikan formulir ke KPU. Padahal, pengembalian formulir berakhir 15 Juni 2015. Diperkirakan para calon perseorangan sedang menyiapkan persyaratan, terutama syarat dukungan.
Sehari sebelumnya, sekelompok warga yang mengaku pendukung calon perseorangan protes. Mereka menganggap syarat bagi calon perseorangan kelewat berat, terutama syarat dukungan yang harus mencapai 168 ribuan pendukung. Dukungan itu harus tersebar di sedikitnya 50 persen kecamatan. Belum lagi syarat administratif yang mengharuskan pernyataan dukungan bermaterai.
Demokrasi di negeri ini, dengan segenap kekurangan dan kelemahannya, masih membuka ruang dan peluang aspirasi di luar partai politik. Asumsinya, di sana ada pemilih yang dulu ketika pemilu tidak menyalurkan suaranya. Atau kalau mereka dulu mencoblos, hasilnya belum bisa membuat partai politik yang mereka pilih memenuhi ambang batas parlemen.
Bisa juga, dulu ketika pemilu ada warga yang tidak menggunakan hak pilihnya. Secara umum warga yang tidak menggunakan hak pilihnya disebut golput, meski bisa saja dulu mereka tidak mencoblos lebih dikarenakan karena alasan teknis. Alasan lainnya, peluang calon perseorangan dibuka karena ada kemungkinan calon yang diusung partai politik kurang atau tidak aspiratif, tidak mencerminkan kehendak orang banyak.
Soal syarat, memang benar, dulu ada yang berpendapat partai politik bakal keberatan yang oleh karena itu mereka akan menghadang lewat undang-undang. Tujuannya, agar pasal-pasal yang mengatur calon perseorangan tidak terbuka terlalu lebar dengan menggampangkan persyaratannya. Bagi partai politik, persyaratan yang lunak akan sama dengan mengingkari keberadaan partai sebagai instrumen inti demokrasi. Ditambah lagi, membangun dan merawat partai bukan pekerjaan gampang. Ada seabrek persyaratan yang harus dipenuhi. Taruh misalnya pemenuhan jumlah tertentu kantor partai mulai tingkat Porvinsi hingga kecamatan.
Pendek kata, ongkos politik yang dikeluarkan partai tidak sedikit. Mereka harus bersusah payah meraih kursi di parlemen yang oleh karena itu harus keluar ongkos atau biaya kampanye yang nilainya tentu tidak kecil.
Begitulah, pada satu sisi ada fakta politik bahwa parpol adalah instrumen inti demokrasi. Tetapi pada sisi lain juga ada fakta politik golput dan kemungkinan calon yang diusung parpol kurang aspiratif. Sementara di luar sana ada cukup banyak suara yang dulu tidak menyerahkan amanat kepada parpol. Kalau angka golput pada pemilu sebelumnya dijadikan patokan, yakni 20-30 persen, dan jumlah pemilih di Jember sekitar 1, 7 jutaan, maka di luar sana terdapat sekitar 400 hingga 500 ribuan pemilih yang dulu tidak menyerahkan amanat kepada parpol. Suara sebanyak itu tentu tidak bisa diabaikan dalam proses pencalonan Pilkada. Itu pula sebabnya, mengapa peraturan mengakomodasi calon independen.
(Aga)
(618 views)