Akibat tuntutan dana sharing petani tebu tidak dikabulkan, sebagian besar petani tebu Jember menyetorkan hasil panennya kepada pabrik gula di daerah lain. Akibatnya PG Semboro musim giling tahun ini diperkirakan kembali mengalami kerugian hingga milyaran rupiah, karena tidak mampu memenuhi target produksi.
Ketua Paguyuban Petani Tebu Rakyat Indonesia (PPTRI) Ali Fikri menjelaskan, terhitung sejak tanggal 10 Oktober jam 5 pagi, PG Semboro sudah tutup giling. Padahal di beberapa pabrik gula lain seperti di Kediri, Sidoarjo, Jombang Dan Malang, pabrik gula masih terus giling. Hal ini terjadi karena minimnya bahan baku yang masuk ke PG Semboro.
Dari catatan harian yang dimiliki PPTRI, PG Semboro hanya mampu memproduksi 6 juta 5 ratus kwintal dari 10 juta kwintal yang ditargetkan. Jika tahun lalu PG Semboro mengalami kerugian hingga mencapai 25 Milyar Rupiah, tahun ini Fikri memperkirakan kembali mengalami kerugian hampir 15 milyar rupiah karena faktor yang sama. Petani jadi enggan menyetorkan hasil panennya ke PG Semboro lanjut Fikri, karena PG Semboro bersokeras menerapkan sistem sharing 40-60. Padahal di PG lain berani menerapkan sharing 20-80.
Lebih jauh Fikri menjelaskan, persoalan sistem sharing bukan satu-satunya yang dikeluhkan petani. Rendemen di PG Semboro hanya sekitar 6,5, sangat jauh jika dibandingkan PG lain yang bisa mencapai angka rendemen 9 sampai 10. Fikri membenarkan terjadinya penurunan hasil produksi petani akibat anomali cuaca, tetapi tidak lebih dari 10 persen saja. Faktor utama ketidaktersediaan bahan baku PG Semboro karena kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan petani.
(1.671 views)