Perubahan arus lalu lintas bukan satu-satunya faktor penyebab pendapatan pengemudi angkot minim. Demikian disampaikan akademisi Universitas Jember Sonya Sulistyono, setelah melakukan studi angkutan di kabupaten Jember. Jika ingin kesejahteraan pengemudi angkot meningkat harus dilakukan perubahan total terhadap sistem angkutan di Jember.
Sonya menerangkan, padahal studi ini dilakukannya sekitar 5 tahun lalu. Otomatis saat ini kesejahteraan pengemudi angkot jauh lebih buruk dibanding lima tahun lalu. Sonya menjelaskan saat itu dirinya sudah melihat jumlah angkutan kota di Jember tidak sebanding dengan jumlah penumpang. Otomatis pengemudi saling berebut penumpang, ditambah lagi saat ini perkembangan jumlah kendaraan di Jember meningkat 3 sampai 4 ribu per bulan yang juga akan berdampak terhadap penurunan jumlah calon penumpang.
Belum lagi rendahnya kualitas pelayanan angkutan kota di Jember. Sonya mencatat hampir 100 persen angkutan kota di Jember melakukan pelanggaran trayek. Diantaranya pengemudi malas masuk ke dalam terminal, padahal di dalam terminal terkadang ada penumpang yang sudah menunggu. Selain itu juga seringkali angkutan kota mengoperkan penumpangnya kepada angkutan lain.
Menurut Sonya solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi angkot sesuai teori ijin trayek harus ditinjau ulang lima tahun sekali. Jika boleh menyarankan yang sedikit ekstrim, harus dilakukan pengurangan jumlah armada angkutan kota. Tetapi jika hal ini tidak mungkin dilakukan, solusinya pembagian trayek harus ditata kembali sesuai dengan perkembangan penduduk.
Sonya mencontohkan daerah Tegal Besar, Talangsari dan banyak jalan lain di dalam kota yang tidak pernah terjangkau angkutan kota. Padahal perkembangan pemukiman di daerah tersebut cukup pesat. Seharusnya faktor perkembangan pemukiman juga perlu diperhatikan dalam pembuatan trayek angkutan kota.
(1.288 views)