Janji pihak perbankan untuk memberikan kredit lunak kepada petani tebu ternyata hanya isapan jempol semata. Belum lagi besarnya pungutan di tingkat perangkat desa, membuat sebagian petani mogok tidak lagi bersedia menanam tebu, tetapi beralih menanam jagung dan padi.
Ketua Paguyuban Petani Tebu Rakyat PPTRI Jatim Ali Fikri mengatakan, kesulitan yang dialami petani rata-rata untuk memenuhi persyaratan administrasi, yang ternyata membutuhkan waktu minimal 2 bulan. Padahal sejak bulan Mei lalu petani tebu di Jember khususnya, sudah banyak membutuhkan dana baik untuk bongkar ratun maupun pemupukan.
Belum lagi biaya administrasi di tingkat desa yang menurut Fikri sangat mencekik petani. Jika tahun-tahun sebelumnya biaya administrasi untuk persyaratan pengajuan kredit hanya berkisar 15 sampai 20 ribu rupiah, saat ini pihak desa meminta biaya administrasi hingga 150 ribu rupiah per hektar. Memang lanjut Fikri biaya administrasi ini tidak ada dalam aturan. Tapi kenyataannya inilah yang dialami petani.
Lebih jauh Fikri menerangkan, yang membutuhkan waktu paling lama di tingkat direksi PTPN sebagai afiliasi dan direksi perbankan. Alasannya perbankan belum menerima breakdown dari menteri keuangan mengenai jumlah anggaran yang bisa dicairkan untuk kredit kepada petani.
Dampaknya, saat ini sudah banyak anggota PPTRI khususnya di Jember yang mulai tidak mau menanam tebu, tetapi beralih ke tanaman palawija seperti jagung. Jika ini terus dibiarkan dan tidak dicarikan solusi, Fikri khawatir pabrik gula Semboro akan kekurangan bahan baku saat memasuki masa giling tahun depan.
(1.269 views)