Beberapa waktu mencuat kabar, Rumah Sakit Umum Dokter Subandi Jember, menaikkan tarif inap untuk pasien kelas 3 sebanyak 400 persen. Tidak hanya itu, kabarnya pula tarif tersebut telah diberlakukan sejak bulan februari lalu. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang melatarbelakangi pihak RSUD menaikkan tarif ini? Lalu, bagaimana komentar masyarakat terkait kenaikan tariff di RSUD? Kemudian, bagaimana pula pandangan wakil rakyat mengenai hal ini?
Sebenarnya di rumah sakit tidak terjadi kenaikan tariff, hanya ada biaya tambahan pelayanan rawat inap. Hal ini diungkapkan, Direktur RSUD Dokter Subandi, dr. Yuni Ermita. Menurutnya, sebenarnya RSUD sudah mengajukan tarif baru sejak tahun 2007, hanya saja prosesnya sangat lama. Padahal kata dia, kebutuhan dari tahun ke tahun semakin meningkat sedangkan dana yang ada tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional. Sehingga pihaknya mengeluarkan surat keputusan untuk menambah biaya rawat inap.
Yuni menambahkan, untuk kenaikan biaya rawat inap, didasarkan pada SK Menteri Kesehatan Nomer 25 Tahun 2008. Disitu menyebukan, untuk biaya rawat inap kelas III dikenakan biaya sebesar Rp. 90.000 Perhari. Tetapi kata dia, pihaknya mengambil jalan tengah yakni hanya menaikkan sebesar 500 %, atau sama saja dengan Rp. 50.000.
Sementara itu, Koordinator Forum Komunikasi Anak Bangsa, (FKAB) Suharyono, menilai kenaikan tersebut masih dalam batas wajar, sebab kebutuhan rumah sakit semakin tahun semakin meningkat. Hanya saja kata dia, kenaikan tersebut terkesan tergesa-gesa, sebab aturan yang dipakai RSUD Subandi untuk menaikkan tarif rawat inap, ternyata sudah dicabut oleh Menkes beberapa waktu lalu.
Seharusnya menurut Suharyono, sebelum petunjuk tehnis tentang aturan yang baru turun, RSUD Subandi tidak menaikkan tarif inap untuk pasien kelas III. Suharyono berharap, jika memang ada kenaikan tarif di RSUD Subandi, juga harus dibarengi dengan peningkatan pelayanan dan tidak ada lagi diskriminasi antara pasien yang menggunakan SKM dan yang tidak.
Kemudian RSUD memberikan obat-obatan sesuai dengan petunjuk pemerintah, jangan sampai kata dia, obat yang diberikan kepada pasien maskin, tidak sesuai dengan petunjuk tersebut.
Senada dengan Suharyono, Anggota Komisi D DPRD Jember, Sanusi Mochtar Fadillah mengatakan, dirinya sempat kaget pada saat mendengar kabar tarif rumah sakit mengalami kenaikan sebesar 500 persen. Padahal kata dia, Anggota DPRD Jember khususnya Komisi D yang membidangi rumah sakit, tidak pernah diajak bicara oleh pihak RSUD Subandi terkait kenaikan tarif ini.
RSUD Subandi menurut Sanusi, statusnya sama dengan SKPD yang juga mendapat anggaran dari APBD Jember. Jika memang ada kenaikan biaya, seharusnya sepengetahuan DPRD Jember. Sanusi menambahkan, pihaknya berencana dalam waktu dekat akan memanggil pihak RSUD Subandi untuk mengklarifikasi persoalan ini.
Sanusi juga berharap, jika memang kenaikan ini tidak bisa lagi ditunda, DPRD Jember tetap akan memberikan rekomendasi, hanya saja kata dia, pelayanan rumah sakit juga harus lebih ditingkatkan. Jangan sampai, kualitas pelayanan pasca biaya dinaikkan sama saja. Jika ini terjadi, jelas masyarakat akan dirugikan.