Beberapa waktu lalu persoalan tambang telah memasuki babak baru, sebab Dinas Perindustrian Perdagangan dan Komisi B DPRD Jember, menyepakati untuk memberikan waktu kepada pihak penambang, untuk melakukan pendekatan kepada warga yang menolak keberadaan tambang. Jika dalam proses negosiasi tersebut tidak terjadi kesepakatan, kabarnya DPRD Jember akan merekomendasikan kepada Pemkab Jember melalui disperindag untuk menutup aktifitas eksplorasi dan eksploitasi tambang mang’an di daerah silo. Jadi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kelanjutan tambang mang’an di Silo? Akankah tambang tersebut ditutup? Lalu, bagaimana pula sikap DPRD Jember mengenai tambang ini?
Pada awalnya, keberadaan tambang Mang’an di Silo tidak dipersoalkan oleh warga sekitar, baru setelah Disperindag menerbitkan izin penambangan, muncul reaksi penolakan dari masyarakat. Hal ini diungkapkan Kepala Disperindag Jember, Hariyanto.
Menurut Hariyanto, pihaknya menduga munculnya penolakan warga sekitar disebabkan adanya provokasi-provokasi dari investor gelap atau yang tidak mengantongi izin. Bisa jadi maksud mereka memprovokasi warga, agar dapat membeli mang’an dengan harga murah.
Hariyanto menambahkan, terkait persoalan ini pihaknya sangat hati-hati terutama dalam pengambilan langkah. Sebab, tidak semua masyarakat sekitar tambang menolak keberadaan tambang mang’an, dan untuk sementara waktu pihaknya menutup aktifitas penambangan di daerah Silo.
Lebih lanjut Hariyanto menjelaskan, mengenai batas waktu yang diberikan DPRD dan Pemkab kepada pihak penambang untuk melakukan pendekatan kepada warga, yakni maksimal awal bulan ini. Jika tetap tidak ada kesepakatan, maka butuh rekomendasi DPRD dan Pemerintah Kabupaten Jember, untuk menutup tambang mang’an. Sehingga kata Hariyanto, ada sebuah landasan hukum/ yang melarang untuk melakukan penambangan.
Sementara itu, Ketua Gerakan Nasional Kehutanan Dan Lingkungan, GNKL PC NU Jember, Abdul Qadim Manembojo, sebelumnya menilai keberadaan tambang mang’an di silo tidak menimbulkan keuntungan bagi pemkab jember terutama masyarakat sekitar. justru keberadaan tambang mang’an di silo membahayakan masyarakat sekitar. Sebab tambang mang’an letaknya tidak jauh dari pemukiman warga, jadi sewaktu-waktu ancaman seperti tanah longsor kemudian banjir bandang bisa saja terjadi.
Kemudian lanjut Qadim, surat ijin yang dikeluarkan Disperindag cenderung cacat hokum, karena disitu tidak mencantumkan Undang-Undang Lingkungan Hidup apalagi kajian mengenai analisa dan mengenai lingkungan hidup (AMDAL) belum dilakukan. Jadi kata Qadim, tidak ada alasan lagi bagi pemkab untuk segera menutup keberadaan tambang mang’an di silo, apalagi pemkab tidak akan pernah mendapat keuntungan.
Di tempat terpisah, Anggota Komisi B DPRD Jember, Rendra Wirawan, mengatakan keberadaan tambang mang’an di jember merupakan potensi daerah. itu artinya, harus ada kejelasan berapa retribusi tambang yang harus masuk ke pemkab . Rendra menambahkan, persoalannya hingga hari ini belum ada peraturan daerah yang mengatur, berapa besaran retribusi tambang yang harus masuk ke pemkab. Terkait dengan desakan penutupan tambang, Menurut Rendra, sejauh ini Komisi B masih tetap menunggu hasil pendekatan pihak penambang sebagaimana kesepakatan beberapa waktu lalu.
(1.684 views)