Polemik Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2009 masih menjadi isu hangat yang diperbincangkan para elit politik di negeri ini, namun yang menarik adalah beberapa waktu lalu di tengah hangatnya isu DPT, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, mengusulkan penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai kartu pemilh pada pemilu presiden. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana efektifitas penggunaan KTP sebagai kartu pemilih pada pemilu presiden mendatang? Kemudian, akankah dengan pengunaan KTP mampu menyelesaikan persoalan DPT?
Alasan utama, PBNU mengusulkan KTP untuk digunakan sebagai kartu pemilih pada pilpres mendatang adalah, agar warga yang telah memiliki hak pilih dapat menggunakan hak pilihnya. Mengingat pada pemilu legislatif kemarin, banyak masyarakat yang kehilangan hak pilihnya gara-gara tidak tercantum dalam DPT.
Menurut Wakil Ketua PCNU Jember, Abdul Qadim Manembojo, dirinya sangat mendukung langkah PBNU tersebut, sebab lanjut Qadim, pada pemilu lalu masih banyak masyarakat yang tidak tercantum dalam DPT sehingga kehilangan hak pilihnya.
Di samping itu lanjut Qadim, mau tidak mau KPU juga harus pro aktif untuk mengatasi persoalan DPT ini. Karena di dalam Undang-Undang Pemilu Nomer 10 Tahun 2008 menyebutkan bahwa, syarat untuk memilih harus harus WNI yang dibuktikan dengan KTP kemudiadn harus terdaftar dalam DPT.
Qadim yang juga mantan Ketua Panwas Pilgub Jawa Timur menambahkan, dirinya melihat besarnya angka golput bukan karena adanya alasan ideologis, maksudnya memang benar-benar tidak mau datang TPS untuk menyalurkan hak pilihnya. Namun penyebab besarnya angka golput adalah adanya kesalahan administratif di tingkatan KPU.
Seharusnya KPU kata Qadim, tidak melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan blunder, sebab dalam Undang-Undang Nomer 10 Tahun 2008, KPU bisa dikenakan pidana karena telah sengaja menghilangkan hak pilih masyarakat. Makanya kata Qadim, mau tidak mau KPU harus mempertimbangkan usulan tersebut dan segera melakukan validasi pemilih untuk digunakan sebagai DPT pilpres mendatang.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Kabupaten Jember, Sudarisman mengatakan dirinya menyambut baik usulan PBNU tersebut, hanya saja perlu adanya payung hukum yang nantinya akan melegalkan usulan tersebut. Dan sejauh ini kata Sudarisman, KPU Kabupaten Jember belum menerima aturan tersebut.
Sudarisman menambahkan, sebenarnya usulan tersebut pernah di coba oleh pihaknya pada pemilu lalu, dengan syarat sehari sebelum pemungutan suara, masyarakat yang belum tercantum dalam DPT, harus melapor kepada petugas setempat untuk di data, agar nantinya petugas KPPS sudah bersiap-siap menyediakan surat suara.
Di tempat terpisah, Akademisi Dari Fakultas FISIP Universitas Jember, M Nur Hasan menuturkan, sebenarnya untuk menekan angka golput yang disebabkan masyarakat tidak tercantum dalam DPT sangat mudah, cukup sedikit melonggarkan aturan main yang ada, misalkan masyarakat dicukupkan membawa KTP.
Dengan adanya KTP ini lanjut Nur Hasan, sebenarnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa pemilih tersebut adalah warga setempat. Hanya saja, di lapangan semangat untuk melayani pemilih terlihat sangat birokratis sekali. Nur hasan yakin, jika KTP ini di jadikan sebagai kartu pemilih, untuk pemilu-pemilu mendatang maka angka golput dan persoalan DPT akan bisa diminimalisir.
(1.358 views)