Wacana take over RSUD Subandi Jember oleh pemerintah propinsi Jawa Timur, nampaknya ditanggapi berbeda-beda oleh anggota DPRD. Ketua DPRD tidak sepakat, sementara ketua komisi D sepakat RSUD Subandi di take over pemprov Jawa Timur.
Ketua DPRD Jember Saptono Yusuf ketika ditanya pendapatnya jika RSUD Subandi di take over pemprov mengatakan, secara pribadi dirinya menaruh tanda tanya besar kenapa bupati dengan mudahnya akan menyerahkan pengelolaan RSUD Subandi kepada pemprov. Padahal kabupaten Jember dengan susah payah membangun RSUD Subandi hingga menjadi seperti saat ini.
Ketika RSUD Subandi di take over pemprov, kewenangan pemkab maupun DPRD Jember sangat terbatas. Ketika ada pelayanan yang tidak memuaskan masyarakat pemkab dan dewan tidak akan bisa berbuat apa-apa untuk memperbaikinya. Saptono mencontohkan ketika terjadi protes warga terhadap RS paru-paru beberapa waktu lalu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh dewan karena RS paru-paru di kelola oleh pemprov.
Saptono berpendapat seharusnya bupati tidak serta merta menyerahkan pengelolaan RSUD Subandi kepada pemprov hanya atas dasar alasan efisiensi anggaran. Mestinya pemkab memiliki political will yang besar untuk membenahi manajemen RSUD Subandi, bukan dengan cara lepas tangan seperti ini.
Senada dengan Saptono ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa Ayub Junaedi menilai jika pemkab menyerahkan pengelolaan RSUD Subandi kepada pemprov, sama artinya pemkab mengalami kemunduran dalam semangat otonomi daerah.
Alasan efisiensi anggaran karena banyak pasien rujukan dari kabupaten diluar Jember menurut Ayub sama sekali tidak masuk akal. Sebab pasien rujukan dari kabupaten lain tetap dibayar oleh rumah sakit yang merujuk. Sehingga justru pasien rujukan memberikan pemasukan bagi RSUD Subandi.
Yang menjadi persoalan kenapa RSUD Subandi dalam perjalanannya mengalami kolabs, karena ada ribuan masyarakat miskin diluar kuota jamkesmas yang berobat kerumah sakit menggunakan Surat Keterangan Miskin dari desa. Seharusnya biaya pengobatan mereka menjadi tanggungan pemerintah kabupaten. Tetapi yang terjadi sekarang pemkab tidak mau mengakui biaya pasin pengguna SKM sebagai hutang terhadap rumah sakit. Akibatnya biaya pengobatan pengguna SKM sekitar 8 milyar rupiah lebih tersebut menjadi beban rumah sakit.
Berbeda dengan Saptono dan Ayub, ketua komisi D DPRD Jember Sunardi justru sependapat jika pengelolaan RSUD Subandi diambil alih pemerintah propinsi. Sebab menurut Sunardi dengan dikelola oleh pemprov, selain pelayanan kepada masyarakat akan lebih baik juga bisa mengurangi beban APBD. Sebab biaya belanja pegawai dan biaya operasional RSUD Subandi akan menjadi tanggungan pemprov Jawa Timur.
Meski demikian lanjut Sunardi, dalam proses take over tersebut perlu diperhitungan pengalihan aset yang ada saat ini. Sehingga dana dari pengalihan aset tersebut bisa dialihkan untuk kebutuhan RSUD Kalisat maupun RSUD Balung.
Diberitakan sebelumnya, bupati Jember MZA Djalal usai paripurna penyampaian nota pengantar P-APBD beberapa waktu lalu mengatakan, dirinya sudah berkomunikasi secara lisan dengan gubernur terkait wacana take over RSUD Subandi. Pada prinsipnya pemprov siap mentake over RSUD Subandi tinggal menunggu kesiapan pemkab dan DPRD Jember saja.
Menurut Djalal pemkab Jember sangat diuntungkan jika RSUD Subandi ditake over pemprov. Setidaknya anggaran belanja pegawai RSUD Subandi sebesar 18 milyar pertahun akan menjadi tanggungan pemprov. Disisi lain masyarakat Jember masih tetap terlayani di RSUD Subandi.
(1.320 views)