Menyoal Tingginya Angka Buta Aksara Di Jember

Belum lama ini Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal Dan Informal (PNFI) merilis angka penduduk yang masih buta aksara. Yang menarik untuk dicermati, berdasarkan release dirjen PNFI ternyata angka buta aksara tertinggi Se- Indonesia diraih Kabupaten Jember. Jika memang data tersebut benar adanya, tentu bertentangan dengan penghargaan bebas buta aksara yang diraih Pemkab Jember dari presiden beberapa waktu lalu. Terkait persoalan tersebut, bagaimana pemkab menanggapi persoalan tersebut? Kemudian bagaimana dewan dan elemen masyarakat menyikapi persoalan ini?

Berdasarkan data dari kemendiknas, angka buta aksara di Kabupaten Jember jumlahnya mencapai 232 ribu orang. Untuk usianya terdapat pada umur 15 tahun ke atas. sedangkan angka buta aksara paling kecil di Kabupaten Bengkulu Utara. Jumlahnya 16 ribu lebih. Atas persoalan itulah dirjen PNFI kemendiknas, akan mencanangkan program kecakapan dasar yang akan diintegrasikan dengan keaksaraan usaha mandiri.

Menanggapi persoalan ini, Anggota Komisi D DPRD Jember Ayong Syahroni mengaku, sejauh ini pihaknya masih akan melakukan kroscek ke lapangan terkait data tersebut. Dia kawatir ada ketidaksamaan antara parameter yng digunakan oleh pemkab jember dengan pemerintah pusat.

Namun jika memang data tersebut benar adanya, maka lanjut ayong, penghargaan yang diterima oleh pemkab dari presiden perlu dipertanyakan kembali. Sebab akan muncul tanda tanya besar terkait angka pemberantasan huruf di jember.

Ayong menambahkan, beberapa waktu lalu pihaknya sempat menerima aksi demonstrasi dari kalangan mahasiswa terkait persoalan tersebut. Menurut mereka, penyumbang terbesar angka buta aksara berada di daerah pinggiran khususnya daerah perkebunan.

Untuk itulah kata dia, Komisi D akan melakukan evaluasi bersama dengan dinas pendidikan, terkait release dari kemendiknas tersebut. Jangan sampai kata dia, penghargaan bebas buta aksara yang telah diterima jember, justru bertolak belakang dengan fakta di lapangan.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Ahmad Sudiyono mengatakan, dinas pendidikan telah membaca release dari kemendiknas tersebut. Dia juga tidak membantah, jika data tersebut diperoleh dari BPS maka bisa jadi benar adanya.

Hanya saja persoalannya, Pemkab Jember sendiri menggunakan data by name by addres yang bekerjasama dengan jajaran pemerintahan paling bawah yakni RT dan RW. Jadi parameter yang digunakan oleh kemendiknas dan pemkab jember jelas berbeda.

Ahmad menambahkan, Pemkab Jember akan mengirimkan surat klarifikasi kepada menteri pendidikan, jika pendataan yang dilakukan oleh pemkab tidak menggunakan sampling. Jadi pendataan yang dilakukan pada tahun 2006 itu benar-benar valid.

Namun demikian lanjut Ahmad, jika memang data tersebut benar adanya, maka dinas pendidikan akan melakukan evaluasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan, dinas pendidikan akan mengusulkan dana untuk program pemberantasan buta aksara.

Hanya saja memang berdasarkan data terakhir, angka buta aksara di jember terus menurun. Tidak mungkin kata ahmad, seorang RT RW dan aparat pemerintahan desa, akan memberikan data yang tak valid kepada bupati.

(1.878 views)
Tag: