Keberadaan aktifitas penambangan khususnya di Silo dan Paseban, rupanya menjadi perhatian serius beberapa kalangan. Terbukti, DPRD Jember melalui Badan Legislasi (Banleg), dalam waktu dekat berencana akan membahas peraturan daerah kawasan pertambangan. Tidak hanya itu, di kalangan DPRD Jember, juga muncul wacana akan membentuk BUMD khusus, yang menangani potensi kekayaan tambang di jember. Jika memang demikian persoalannya, mungkinkah dua keinginan tersebut akan teruwujud? Lalu, mungkinkah semua fraksi di dewan akan satu suara terkait persoalan tambang? Bagaimana komentar pemerhati lingkungan hidup?
Persoalan tambang khususnya di Silo dan Paseban, menimbulkan kontroversi, sebab, ada masyarakat yang menolak dan menerima. Bahkan khusus tambang di kawasan Silo, DPRD Jember dan pemkab sempat membentuk tim independent, untuk melakukan penelitian terkait kelayakan penambangan.
Menurut Ketua Badan Legislasi DPRD Jember, Lukman Winarno, pada prinsipnya pembahasan perda akan disesuaikan dengan kebutuhan di masyarakat, dan yang tidak kalah penting, perda tersebut harus mampu menjawab persoalan besar yang ada di masyarakat.
Kemudian lanjut Politisi PDIP itu, dewan melalui banleg akan menginventarisir semua perda, khususnya perda yang telah usang, lalu, membahasnya kembali di dalam rapat internal banleg.
Terkait pembahasan perda kawasan pertambangan, lukman berpendapat, hal tersebut juga menjadi perhatian serius dewan, karena persoalan tambang menimbulkan gesekan di tingkata masyarakat. Dan yang perlu digarisbawahi, banleg akan membahas perda kawasan tambang tidak secara spesifik namun keseluruhan.
Pendapat senada dilontarkan Ketua Komisi B DPRD Jember, Anang Murwanto. Menurut Anang, perda kawasan tambang sangat mendesak untuk segera direalisasikan. Pasalnya dengan adanya perda tersebut, daerah yang layak dan tidak untuk ditambang, akan bisa dipetakan.
Anang yakin, dengan adanya perda tersebut, investor akan merasa aman dan terlindungi, sehingga mereka tidak ragu lagi untuk menanamkan modalnya di jember. Yang tak kalah penting, dengan adanya perda tersebut, Pendapatan Asli Daerah Jember akan meningkat sangat signifikan.
Ketika disinggung soal BUMD tambang, Anang berpendapat, sejak awal dirinya sangat sepakat agar Jember memiliki BUMD khusus yang menangani tambang. Sehingga lanjut Politisi Demokrat itu, Jember bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya. Selama ini Jember hanya menjual bahan mentah, sehingga pendapatan yang masuk ke PAD juga sangat minim.
Untuk itulah kata Anang, kedepan Komisi B DPRD Jember, akan mengawal keberadaan BUMD tambang ini. Anang optimis, jika BUMD ini terealisasikan, bukan tidak mungkin akan membuka lowongan kerja baru bagi masyarakat.
Sementara Sekretaris Komisi C DPRD Jember, Ayub Junaidi dengan tegas menyatakan, sejak awal FKB menolak keberadaan tambang di Jember. Itu lantaran, sesuai RT RW Nasional, Jember bukan kawasan tambang melainkan kawasan pertanian perkebunan. Apalagi lanjut Ayub, dengan adanya tambang justru akan merusak lingkungan sekitar, seperti yang terjadi di beberapa daerah, sebut misalkan di daerah Kalimantan.
Ketika disinggung soal wacana pendirian BUMD tambang, Ayub menilai, saat ini yang terpenting adalah, pembahasan perda kawasan tambang terlebih dahulu. Hanya saja Ayub menegaskan, sejak awal FKB akan tetap pada pendirian yakni menolak tambang di Jember.
Ayub berpendapat, alangkah lebih bijak, jika memang jember memiliki kekayaan tambang, diwariskan kepada generasi penerus kita yang akan dating. Sehingga mereka juga dapat merasakan kekayaan alam Jember.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua LSM Nina Bahari, Mohammad Soleh menilai, upaya Komisi B untuk membentuk BUMD Tambang, merupakan akal-akalan saja. Soleh justru menanyakan landasan hukum yang dipakai Komisi B.
Soleh menambahkan, persoalan tambang di jember identik dengan konflik, lagipula kata dia, jika Komisi B tetap memaksa untuk membuat BUMD tambang, jelas akan menimbulkan protes dari masyarakat.
(1.353 views)