Fatwa haram merokok yang dikeluarkan Muhammadiyah ternyata tidak berpengaruh terhadap pangsa pasar tembakau di Jember. Sebab mayoritas tembakau Jember merupakan komoditas ekspor, dan jumlah permintaan masih cukup besar. Demikian disampaikan kepala dinas perindustrian dan perdagangan Jember Hariyanto Jumat siang.
Menurut Hariyanto, yang terjadi justru ada kekhawatiran dari eksportir tembakau, akibat adanya fatwa haram tersebut minat petani untuk menanam tembakau menurun. Sehingga para eksportir di Indonesia tidak mampu memenuhi permintaan pasar luar negeri. Padahal dari total ekspor tembakau Indonesia, 25 persen diantaranya berasal dari Jember.
Oleh sebab itu beberapa waktu lalu Disperindag memfasilitasi pertemuan antara paguyuban eksportir dengan paguyuban petani tembakau Jember. Hasilnya diperoleh sebuah kesepakatan, eksportir memberikan kepastian membeli tembakau petani sesuai kualitas yang ditentukan dengan harga tinggi. Tetapi syaratnya eksportir meminta tembakau organik sesuai permintaan pasar internasional.
Diberitakan sebelumnya, tahun 2009 lalu kabupaten Jember mendapatkan dana sharing dari cukai rokok sebesar 9,2 milyar rupiah. Dana tersebut menurut Hariyanto, dipergunakan sesuai petunjuk pelaksanaannya. Diantaranya untuk kesehatan dan lingkungan hidup.
Selain itu lanjut Hariyanto, dampak larangan merokok akan berimas terhadap hilangnya pekerjaan buruh pabrik rokok local. Sehingga dengan dana tersebut sebagian digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi buruh yang kehilangan pekerjaannya.
Sedangkan keuntungan bagi industri rokok, dana tersebut digunakan untuk membantu industri rokok lokal yang belum terdaftar untuk mendapat legalitas dari pemerintah. Jika satu perusahaan rokok lokal masih belum mampu maka digabung menjadi satu menjadi sebuah paguyuban untuk mendapatkan cukai.
(1.405 views)