Dunia Pendidikan Di Jember semakin hari semakin berkembang dengan pesat. Hal ini bisa dilihat, salah satunya dari standar sekolah yang semakin meningkat, bahkan beberapa sekolah diantaranya sudah rintisan berstandar internasional dan bertaraf internasional. Hanya saja sebagai konsekuensi ketika standar suatu lembaga pendidikan semakin meningkat, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh wali murid, juga harus bertambah. Terkait persoalan ini, benarkah Rintisan Sekolah Berstandar Nasional (RSBI) Dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) identik dengan biaya yang sangat mahal? Bagaimana sekolah menyikapi persepsi publik mengenai pembiayaan yang mahal di SBI? Lalu, bagaimana pandangan dewan mengenai pembiayaan di SBI?
Berdasarkan informasi yang diterima Komisi D DPRD Jember, ketika seorang siswa menempuh jenjang pendidikannya di sekolah favorit dan sudah berstandar internasional, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh wali murid, jumlahnya sangat besar.
Bahkan tak jarang, orang tua datang kepada Komisi D untuk mengadu mengenai mahalnya pembiayaan di RSBI ataupun SBI. Demikian ungkapan Ketua Komisi D DPRD Jember, Sunardi.
Menurut Sekretaris DPC PPP Jember ini, jangan sampai pembiayaan yang sangat mahal di SBI, tidak diimbangi oleh kualitas yang memadai. Mulai dari SDM tenaga pendidik, fasilitas sekolah, serta proses pembelajaran.
Sunardi menambahkan, jika memang ada penarikan biaya tambahan, maka pihak sekolah harus mengundang seluruh wali murid, untuk membuat kesepatakan mengenai berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan.
Yang tidak kalah penting lagi, bagi siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu, harus dibebaskan dari semua biaya yang ada disekolah. Bahkan kalau perlu kata Sunardi, sekolah memberikan bea siswa, agar mereka bisa meneruskan jenjang pendidikannya.
Sementara Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sukorambi, Bambang Irianto membantah, jika sekolah favorit seperti SBI identik dengan biaya yang melangit. Irianto mengaku, di SMKN 1 Sukorambi seluruh siswa dibebaskan dari biaya uang gedung. Pihaknya hanya menarik sumbangan berupa SPP yang jumlahnya tidak terlalu besar.
Dijelaskan, atas keberanian tersebut, pada Desember 2009 lalu, SMKN 1 Sukorambi mendapatkan penghargaan dari gubernur, untuk kategori pelayanan publik terbaik Se Jawa Timur.
Bahkan lanjut Irianto, dari 1600 lebih siswa di SMKN 1 Sukorambi, 1300 diantaranya memperoleh bea siswa. Tidak hanya itu, sejak awal tahun 2010 hingga 2013, seluruh pengembangan infratrukturnya, akan dibayai oleh bank pembangunan asia.
Tidak jauh beda dengan Bambang Irianto, Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Jember, Bambang Sumpeno menjelaskan, memang di sekolah yang ia pimpin ada penarikan terhadap siswa. Hanya saja penarikan tersebut berdasarkan kesepatakan seluruh wali murid.
Kemudian lanjut Bambang, pada saat PSB pihaknya tidak pernah menyinggung persoalan biaya kepada wali murid. SMAN 1 Jember menerapkan sistem kesetaraan akses, maksudnya, SBI harus bisa diakses oleh seluruh masyarakat, baik dari kalangan mampu ataupun tidak. Pada saat PSB, pihaknya hanya menseleksi calon siswa berdasakan kompetensi.
Lalu kata Bambang, khusus untuk siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu, sekolah mengambil kebijakan dengan menggratiskan seluruh biaya selama ia belajar. Hanya saja harus dibuktikan dengan keterangan tidak mampu.
Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Lsm Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB), Suharyono mengatakan, mau tidak mau, harus diakui sekolah yang standarnya sudah internasional, biayanya sangat mahal. Meskipun ada beberapa SBI yang biayanya tidak terlalu mahal.
Suharyono menambahkan, sebenarnya jika pihak sekolah berani melakukan terobosan-terobosan, seperti mencari dana dari pihak swasta/ maka biayanya tidak akan terlalu mahal.
Suharyono berharap, agar pengelola sekolah khususnya SBI, dalam hal pembiayaan agar tidak terlalu memberatkan wali murid, serta yang tidak kalah penting, harus diimbangi dengan fasilitas memadai.
(2.651 views)