Sudah menjadi tradisi, menjelang hari raya idul fitri biasanya masyarakat mengirimkan bingkisan atau yang biasanya terkenal dengan parsel. Tujuan bingkisan ini, diharapkan mampu tetap menjalin hubungan silaturrahim di masyarakat. Namun seiring perjalanan waktu, persoalan parsel berkembang menjadi sesuatu yang dilarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, sebab parsel selalu dikaitkan dengan persoalan jabatan sehingga dikategorikan sebagai gratifikasi atau suap. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana komentar wakil rakyat terhadap adanya parsel? Kemudian, bagaimana pula komitmen mereka terhadap parsel atau bingkisan? Lalu, bagaimana pula komentar masyarakat terkait parsel wakil rakyat?
Menurut Undang-Undang Nomer Tahun 20 Tahun 2001 Pasal 12 B Ayat 1, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara, dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Menurut Anggota DPRD Jember Dari Partai Demokrat, Anang Purwanto menjelaskan, dirinya tidak mau ambil pusing terkait parsel ini. Jika memang aturannya menyebutkan anggota dewan dilarang menerima parsel, dirinya akan mengikuti aturan tersebut.
Anang menambahkan, dirinya tidak bisa menjamin seandainya ada kiriman untuk anggota dewan akan langsung ditolak. Sebab, persoalan ini tetap kembali kepada setiap individu anggota dewan. Lebih lanjut Anang menjelaskan, kalau secara pribadi dirinya tetap akan menolak adanya parsel, apalagi undang-undang sudah melarang hal tersebut. Hanya saja kata dia, sejauh ini belum ada instruksi secara resmi dari Fraksi Demokrat terkait parsel.
Senada dengan Anang Purwanto, Anggota DPRD Jember Dari Partai Amanah Nasional, Abdul Ghafur mengatakan memang sebelumnya, anggota dewan diperkenankan menerima bingkisan berupa parsel. Hanya saja lanjut Ghafur, seiring perjalanan waktu, Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan keputusan bahwa parsel dikategorikan suap.
Ghafur berharap kepada semua pihak, jika memang parsel ini dilarang oleh undang-undang, maka semua pihak harus mematuhi aturan tersebut. Termasuk mitra kerja DPRD Jember, agar tidak memberikan bingkisan dalam bentuk apapun kepada anggota dewan.
Lebih jauh Ghafur menjelaskan, setelah aturan tentang pejabat publik dilarang menerima parsel jumlah kiriman kepada dewan semakin berkurang. Ketika disinggung apakah dirinya pernah mendapatkan kiriman parsel dari mitra kerjanya, Ghafur langsung membantah hal tersebut. Menurutnya, sejak adanya larangan penerimaan parsel dirinya sudah tidak pernah menerima.
Sementara itu, Aktifis Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi, KKPK Jember, Suharyono mengatakan, persoalan parsel tetap dikembalikan kepada pribadi masing-masing anggota dewan, sebab menurutnya pribadi anggota dewan satu sama lain berbeda.
Hanya saja Suharyono menyarankan kepada seluruh anggota dewan, agar tidak menerima parsel dari siapapun. Seandainya memang ada kiriman, lebih baik parsel tersebut diberikan kepada masyarakat yang lebih berhak, sebab menurut Suharyono, tanpa parsel pun gaji anggota dewan sudah cukup untuk kebutuhan lebaran.
(1.155 views)