Upaya Memaksimalkan Koperasi Pondok Pesantren

Jember yang dikenal sebagai kota santri, tentu banyak memiliki lembaga pendidikan islam termasuk di dalamnya pondok pesantren. Sebagai lembaga pendidikan islam tertua di negeri ini, pondok pesantren dituntut terus berpacu untuk meningkatkan kualitasnya, salah satunya kualitas pengembangan ekonomi. Pengembangan ekonomi di Pondok Pesantren bisa diwujudkan dalam beberapa hal, salah satunya melalui Koperasi Pondok Pesantren. Jadi sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana perkembangan koperasi di Pondok Pesantren Di Jember ? Lalu, bagaimana pula pembinaan dari Pemkab Jember mengenai Koppntren? Kemudian, bagaimana pandangan pengamat koperasi mengenai hal ini?

Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) Di Jember dari tahun ke tahun mengalami pasang surut. Perkembangan yang cukup signifikan Koppontren terjadi pada tahun 1998. Demikian ungkapan Kepala Bidang Kelembagaan Dinas Koperasi Dan UMKM Jember, Sudaljono.

Menurutnya, ada beberapa persoalan yang menyebabkan perkembangan koppontren tidak maksimal. Diantaranya, koppontren dikelola oleh santri sehingga pada saat dia keluar dari pondok pesantren, maka akan digantikan orang lain Belum tentu penggantinya akan lebih baik daripada sebelumnya. Kemudian, bisa jadi kualias sumber daya manusia masih rendah sehingga mereka tidak paham tentang konsep koperasi.

Sudaljono menambahkan, berdasarkan catatan pihaknya, di masing-masing kecamatan setidaknya ada satu koppontren yang masih hidup dan berkembang. Sebut misalkan, di daerah Sukowono, Bangsalsari, Ledokombo, Sumberbaru, Suren dan Silo. Lebih lanjut Sudaljono menjelaskan, untuk mengatasi persoalan ini pihaknya terus melakukan pembinaan terhadap koppontren. Misalkan dengan mengadakan pelatihan dan workshop. Harapannya kata dia, pasca pengurus koppontren mengikuti pelatihan akan mampu diterapkan di masing-masing pesantren asal.

Senada dengan Sudaljono, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jember, Mirfano mengatakan, Koperasi Pondok Pesantren memiliki keunikan. Keunikan tersebut terlihat pada saat rapat anggota tahunan. Mestinya kata Mirfano, jika melihat aturan Rapat Anggota Tahunan (RAT) digelar maksimal pada akhir bulan Juni, tetapi di Koppontren RAT digelar pada menjelang hari raya sekaligus untuk membagikan Sisa Hasil Usaha.

Mirfano menambahkan, pihaknya terus berusaha untuk mengembangan keberadaan koppontren. Salah satunya dengan mewajibkan diklat bagi pengurus dan anggota koperasi yang baru berdiri. Kemudian, Dinas Koperasi Dan UMKM juga membuka ruang konsultasi bagi seluruh Koperasi Di Jember.

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Jember, Niti Suroto menjelaskan berdasarkan catatan pihaknya dari 1326 koperasi yang ada di Jember 30 persen diantaranya macet atau berjalan di tempat, termasuk juga didalamnya koppontren. Niti yang juga pembina Dekopin Jember menambahkan, R-A-T menjadi tolak ukur koperasi, apakah berkembang atau macet. Sebab kata dia, R-A-T adalah Forum Pertanggung Jawaban dari pengurus selama dia menjabat.

Lebih jauh niti menerangkan, dari 1326 Koperasi Di Jember, yang melakukan R-A-T Hingga akhir tahun 2008 hanya sekitar 400 koperasi. Itu artinya, keberadaan koperasi di Jember perlu mendapatkan perhatian khusus dari Pemkab Jember. Banyak faktor kata Niti, yang menyebabkan koperasi macet. Diantaranya, kualitas Sumber Daya Manusia yang tidak mumpuni, kemudian, kesadaran anggota koperasi yang sangat rendah, untuk membayar simpanan pokok dan simpanan wajib.

Untuk itulah Niti berharap, agar Pemkab Jember terus memperhatikan keberadaan koperasi, termasuk pengembangan Koperasi Pondok Pesantren. Misalkan, dengan memberikan bantuan dana dan mengadakan pelatihan kepada pengurus agar nantinya Koperasi Di Jember terus berkembang.

(1.598 views)
Tag: